Pemdes Sawahan Mendorong Pengembangan Wisata Gua Grudo Tengger

Riskianto, A.Md. 05 Januari 2018 11:06:33 WIB

Sawahan (SIDA) – Pemerintah Desa Sawahan terus berupaya menggali potensi wisata yang ada di wilayah Desa Sawahan agar dapat didorong dan dikembangkan menjadi destinasi wisata gua yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.

Pemerintah Desa memulai dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) untuk mewadahi potensi wisata yang ada agar pengelolaan wisata dapat lebih tertata. Saat ini Pemerintah Desa memulai proses tersebut sekaligus mendorong terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang dinaungi oleh BUMDesa Sawahan.

Kepala Desa Sawahan, Suprapto menjelaskan bahwa saat ini proses pembentukan BUMDesa masih dalam progress. Dari sisi tahapan sosialisasi pembentukan Pokdarwis Padukuhan Tengger juga sudah dilaksanakan, sedangkan dari sisi infrastrukur dan sarana pendukung sudah mulai dikerjakan sejak akhir tahun 2017 kemarin.

Suprapto berharap agar seluruh elemen masyarakat terutama Pokdarwis Padukuhan Tengger bekerja keras agar cita-cita tersebut dapat tercapai sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. (rizkya)

Foto: Toni Setiawan

Komentar atas Pemdes Sawahan Mendorong Pengembangan Wisata Gua Grudo Tengger

Lintang Pandjerino 17 Januari 2018 11:00:48 WIB
Dulu saya beranggapan bahwa membangun pedesaan harus diawali dengan membangun jalan, menyediakan air bersih, dan menarik kabel listrik. Tetapi sekarang saya merasa pendapat saya itu tidak seluruhnya benar. Membangun desa lebih cepat lagi jika langsung dilakukan dengan membangun ekonominya. Namun ekonomi pedesaan bukan hanya pertanian, banyak yang lain, diantaranya wisata pedesaan. Urusan pertanian sudah puluhan tahun dikerjakan dengan cukup berhasil oleh Kementerian Pertanian dan Dinas-dinas Tanaman Pangan di setiap provinsi dan kabupaten. Namun urusan wisata pedesaan agaknya belum mendapat banyak perhatian. Kementerian Pariwisata lebih fokus pada mendatangkan turis mancanegara yang memang Indonesia ketinggalan jauh dari negara-negara tetangga. Jadi biarkan Menteri Pariwisata berjuang keras mencapai target turis mancanegara sebanyak 20 juta orang pada tahun 2019, yang saat ini baru mencapai 10 jutaan orang. Oleh sebab itu mendengar Kementerian BUMN ikut membangun desa wisata, kita patut bersyukur. Menteri BUMN menugaskan beberapa BUMN untuk mendirikan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) dengan target 100 Balkondes di 10 destinasi wisata nasional pada tahun 2017/2018. Balkondes mengelola pelatihan bagi warga desa untuk membuat kerajinan sesuai dengan potensi alam desa tersebut. Balkondes juga ditargetkan untuk membantu penduduk yang bersedia membangun rumah inap (homestay) untuk disewakan kepada turis. Nantinya Balkondes diharapkan bekerja sama dengan badan usaha milik desa (BUMDes) membantu pendanaan dan promosi desa wisata dan kegiatan ekonomi lainnya. Pembentukan Balkondes dan pengembangan desa wisata dilaksanakan secara bersama oleh beberapa BUMN, seperti PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; PT. Patra Jasa, dan beberapa BUMN lain. Saat ini sudah ada desa-desa wisata yang dibangun atas inisiatif Kementerian BUMN, antara lain beberapa desa di sekitar Candi Borobudur dan yang baru-baru ini diresmikan adalah Desa Pinge di Kabupaten Tabanan. Ekonomi Pedesaan Pengembangan desa wisata memang tepat untuk menggerakkan ekonomi pedesaan. Banyak hal yang semula dianggap tidak berarti ternyata dapat menambah penghasilan penduduk desa. Menanam sayuran, memetik kebun apel, memerah susu kambing, mengarungi jeram sungai, dan sebagainya adalah aktivitas yang bisa dijual kepada penduduk kota dan turis asing. Sumber mata air yang diubah menjadi kolam pemandian yang ditata apik dapat menambah kas desa berlipat-lipat. Menyewakan sepeda untuk turis juga berpotensi mendatangkan beberapa puluh/ratus ribu sebulan. Beberapa desa beruntung mendapat kunjungan rutin para peziarah ulama terkenal dari berbagai daerah. Peninggalan kerajaan-kerajaan leluhur juga mengundang banyak orang untuk datang. Tradisi tahunan yang dikemas menjadi festival yang ramai akan menggerakkan ekonomi pedesaan. Jika tidak ada tradisi yang dapat menjadi daya tarik, dapat dilakukan atraksi baru seperti lomba layang-layang, festival burung berkicau, lomba sepeda gunung, dll. Dengan membuat orang kota datang dan menikmati suasana pedesaan, maka ekonomi desa dapat tumbuh dan menahan penurunan produktivitas akibat ditinggalkan oleh sebagian warganya yang bermigrasi ke kota-kota besar. Pada dasarnya setiap desa bisa membangun desa wisata tanpa mengharap bantuan dari pihak lain yang belum tentu cocok dengan keinginan penduduk desa. Untuk bisa menjadi desa wisata yang berhasil, syarat utamanya adalah kebersihan rumah, terutama toilet, dan kebersihan lingkungan. Turis tentunya akan enggan datang ke desa yang kotor, sampah teronggok di mana-mana, sungai berwarna hitam penuh kotoran, tinja hewan bertebaran di sepanjang jalan. Walaupun jalan menuju desa tidak mulus, atau listrik belum ada, hal-hal itu tidak menghambat minat turis untuk datang jika desa itu menawarkan sesuatu yang khas. Selanjutnya desa yang sudah cukup bersih dan mempunyai sesuatu yang bisa dinikmati orang kota dan turis asing perlu mencanangkan kehadirannya di media Internet (youtube, instagram, facebook, dsb.) yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun. Tren Dunia Pembangunan desa wisata seperti yang tengah dijalankan oleh Kementerian BUMN sebagai bagian dari kegiatan CSR (Corporate social responsibility) tersebut, sungguh cocok dengan tren yang terjadi di mana-mana. Wisatawan kini banyak yang sudah bosan dengan pelayanan hotel berbintang. Mereka lebih menyukai suasana yang alami, sederhana, apa adanya. Mereka ingin menikmati suasana kehidupan di pedesaan yang tidak serumit di perkotaan. Mereka juga senang kalau bisa memberikan sumbangan yang berguna untuk penduduk desa, apakah berupa materi, tenaga, informasi atau gagasan. Dari kunjungan ke negara lain yang dilakukan sebelumnya mereka bisa memberikan masukan yang bisa diterapkan di desa yang dikunjungi. Dan mungkin juga mereka menyukai persahabatan dengan orang-orang desa yang lugu, yang bukan profesional, ilmuwan, politisi, atau pejabat pemerintah. Berinteraksi dengan penduduk desa mungkin dapat memenuhi keinginan seseorang untuk mentransformasi diri menjadi manusia baru yang sebelumnya merasa kurang dihargai oleh lingkungan sosialnya. Banyak negara juga mengembangkan rural tourism, eko-wisata, wisata pertanian, wisata budaya, wisata alam, wisata petualangan, dan lain-lain yang berbeda dengan wisata berbasis perkotaan. India, misalnya, yang 70% penduduknya berada di 7 juta desa, beberapa tahun terakhir ini menggalakkan proyek desa wisata di berbagai daerah melalui Kementerian Pariwisatanya. Penentuan desa yang terpilih untuk mendapatkan bantuan di sana dilakukan berdasarkan proposal awal yang diajukan oleh pemerintah daerah, sebutlah pemda kabupaten. Kemudian Kementerian Pariwisata bersama Dinas Pariwisata Provinsi memilih proposal yang terbaik. Kepada daerah yang proposalnya dinilai memenuhi persyaratan, Pemerintah Pusat menghibahkan dana untuk menyusun rencana kerja pembangunan desa wisata. Rencana kerja ini setelah melalui pembahasan dengan berbagai pihak kemudian dilaksanakan dengan anggaran dari pemerintah pusat. Dinas Pariwisata Provinsi mensinkronkan rencana pengembangan desa wisata ini dengan rencana pembangunan sektor-sektor lain yang terkait di desa atau daerah itu. Dana pembangunan wisata pedesaan dapat digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan seperti penataan lansekap desa, pengadaan lampu penerangan jalan, pembersihan sungai, renovasi monumen, pembangunan jalan desa, pembangunan rumah penginapan, dan lain-lain. Pemerintah India menekankan agar penggunaan dana desa wisata dilakukan secara transparan dan akuntabel. Adapun pelaksana pembangunan adalah pemerintah desa dan masyarakat setempat. Negara yang terkenal di dunia dengan brand “Incredible India” itu memasarkan desa wisatanya dengan sub-brand “Explore Rural India” dan rajin mengikutsertakan penduduk desa wisata terpilih dalam berbagai forum pariwisata internasional. Apa yang dilakukan India itu juga dilakukan oleh banyak negara lain, negara maju maupun negara berkembang. Sinergi Antar Lembaga Selain oleh Kementerian BUMN, pengembangan desa wisata juga dilakukan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kementerian ini menargetkan 4.000 desa wisata akan terbangun selama 2015-2019. Saat ini konon telah terbentuk 150 desa wisata. Yang dilakukan Kementerian Desa adalah mendorong desa-desa untuk membangun desa wisata melalui pembentukan BUMDes. BUMDes ini diharapkan menghasilkan penerimaan desa sekaligus menggerakkan perekonomian penduduk desa. Dengan dana desa yang semakin besar per desanya, tahun ini Rp 46 triliun dan tahun 2017 menjadi Rp 60 triliun untuk 75 ribu desa, maka setiap BUMDes dapat membiayai pengembangan desa wisata dengan mengalokasikan beberapa ratus juta rupiah per tahun. Jika semua dana desa dipakai untuk membangun infrastruktur, yang setiap tahun perlu perawatan, maka dikhawatirkan dana desa tidak akan dinikmati oleh seluruh penduduk desa. Bahkan orang kota lah yang mungkin akan mendapat keuntungan dari infrastruktur pedesaan yang semakin baik. Bagaimanapun, perlu diupayakan penggunaan dana desa yang tepat sasaran. Apa yang dilakukan Kementerian BUMN dengan membangun desa-desa wisata di berbagai daerah itu adalah langkah yang “sudah betul!”, meminjam jargon baru TVRI. Tidak hanya betul, niat itu juga mulia karena langsung memberikan manfaat bagi masyarakat pedesaan. BUMN yang selama ini seolah-olah berada di atas awan karena urusannya yang berskala nasional, kini ikut mendampingi masyarakat pedesaan yang memerlukan uluran tangan. Jumlah desa yang akan dikembangkan masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah desa yang ada di tanah air, namun desa-desa wisata yang dibangun oleh BUMN dan Kementerian Desa dapat menjadi percontohan desa-desa wisata yang dibangun oleh pemerintah daerah atau oleh pemerintah desa dan masyarakat desa sendiri. Beberapa daerah sudah mencanangkan pembangunan desa wisata, seperti Provinsi Bali, yang setiap tahun membentuk belasan desa wisata untuk menambah jumlah wisatawan mancanegara. Beberapa provinsi/kabupaten lain juga terdengar aktif membangun desa wisata. Adanya beberapa instansi yang sedang dan akan membangun desa wisata menuntut adanya keterpaduan dan sinergisitas yang efektif. Secara umum saya membayangkan peran masing-masing lembaga sebagai berikut. Kementerian Desa menyusun konsep pengembangan desa wisata dan mengupayakan pendanaan bagi desa-desa untuk implementasinya. Kementerian BUMN membangun beberapa desa wisata percontohan kelas dunia, sebutlah dua-hingga enam desa wisata setiap provinsi tergantung jumlah penduduk dan luas wilayahnya. Kementerian Pariwisata melakukan pelatihan tentang pengoperasian desa wisata dan memasarkan desa-desa wisata yang sudah siap ke sumber-sumber wisatawan dunia. Pemerintah Provinsi mensinergikan kebijakan dan program pembangunan instansi-instansi pusat untuk mendukung pembangunan desa wisata di daerahnya. Pemerintah kabupaten membina dan mendampingi pemerintah desa beserta BUMdesnya mengoperasikan desa wisata. Agar semua berjalan secara terpadu maka berbagai pihak perlu duduk bersama membahas bagaimana kerjasama yang erat, terencana dan terkoordinasi dapat dilakukan, tidak jalan sendiri-sendiri seperti saat ini. Dengan kerjasama yang terpadu antara instansi pusat dan daerah ini, serta dengan melibatkan masyarakat desa dalam berbagai jenjang pelaksanaan program, diharapkan akan tumbuh desa-desa wisata yang akan menyedot wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Harapannya adalah ekonomi pedesaan semakin menggeliat, masyarakat pedesaan lebih sejahtera, urbanisasi tertahan, tekanan terhadap fisik perkotaan berkurang, tingkat stress masyarakat kota menurun, dan negara semakin makmur.

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Talkshow Smart FM